Angin musim semi bertiup kencang, tetapi kota Velwind yang gemerlap tampak seakan tak terpengaruh. Dari kejauhan, menara-menara tinggi di tengah kota berkilauan dengan lentera-lentera bercahaya, menciptakan bayangan panjang yang memanjang di jalan-jalan sempit. Festival Cahaya baru saja dimulai, tetapi di balik kegembiraan itu, Yamada bisa merasakan sebuah ancaman yang lebih besar sedang menyelimuti kota.
Malam pertama mereka tiba di Velwind, Yamada duduk sendirian di balkon penginapan mereka, melihat ke arah festival yang sedang berlangsung. Aeria, Lira, Mira, dan Seira duduk di dalam ruangan, sibuk mendiskusikan rencana mereka untuk mengunjungi berbagai acara selama festival.
Namun, Yamada tidak bisa menahan perasaan gelisah yang terus menghantuinya. Sebuah peringatan yang datang begitu saja dari sistem.
[Misi Festival Cahaya Dimulai: "Lindungi Api Cahaya di Puncak Menara Langit."]
[Tingkat Kesulitan: SS]
[Waktu: 1 jam] – [Jumlah Anggota: 4 Orang]
[Hadiah: SSR "Putri Bintang Berdarah"]
[Peringatan: Gagal dalam Misi Akan Mengakibatkan Hilangnya Semua Hadiah Festival.]
Yamada memeluk dadanya, merasa berat dengan peringatan ini. Kali ini bukan hanya soal bertarung; ada sesuatu yang lebih besar sedang menunggu di puncak menara.
---
Misi Dimulai: Ujian Jiwa dan Tubuh
Tim Yamada segera memulai perjalanan mereka menuju Menara Langit. Sebelum mereka sampai di kaki menara, sistem memberikan instruksi baru:
[Misi Dimulai: Masuki Ruang Uji untuk Memperoleh Kunci Api Cahaya.]
[Resiko: Tinggi – Ujian terdiri dari tiga tahap: Jiwa, Tubuh, dan Pikiran.]
Mereka berdiri di depan pintu besar menara, yang terbuat dari batu hitam pekat, diselimuti aura sihir yang kental.
"Ruang Uji?" tanya Mira, menatap Yamada dengan waspada. "Ini belum pernah aku dengar."
"Kalau sistem bilang ini ruang uji, berarti ada sesuatu yang harus kita hadapi sebelum mendapatkan Eluna," jawab Yamada, matanya tajam. "Bersiaplah."
Pintu terbuka dengan suara gemuruh, membawa mereka ke ruang pertama—ruang yang penuh dengan ilusi yang memutarbalikkan pikiran mereka.
---
Tahap 1: Ujian Jiwa
Ruang pertama dimulai dengan suara gemuruh yang datang dari dinding. Tiba-tiba, gambar-gambar dari masa lalu Yamada muncul di hadapannya. Dia melihat dirinya yang dulu, sebagai pemuda biasa yang tak punya teman dekat, terjebak dalam rutinitas hidup yang monoton.
"Kenapa kamu ingin keluar dari dunia itu?" suara misterius bergema di dalam ruang. "Apa yang akan kamu lakukan dengan kekuatan ini?"
Ilusi itu berubah menjadi wajah-wajah para wanita yang mendekatinya—gadis-gadis yang telah ikut bersamanya sejak dia datang ke dunia ini. Seira, Lira, Mira, dan Aeria… mereka semua menatapnya dengan ekspresi penuh harapan.
"Tapi… apakah kamu siap menjadi pemimpin mereka? Menghadapi rasa cemburu, rasa takut kehilangan? Mereka semua bergantung padamu," suara itu bertanya lagi.
Yamada menatap wajah-wajah mereka, dan sebuah kekosongan muncul di dadanya. Apa yang akan dia lakukan dengan kekuatan yang dimilikinya? Apakah dia bisa melindungi mereka semua?
Namun, saat dia mencoba melangkah, sistem mengumumkan:
[Ujian Jiwa Berhasil: Keteguhan Hati Diuji.]
---
Tahap 2: Ujian Tubuh
Setelah berhasil melewati ujian jiwa, mereka dipindahkan ke ruang berikutnya, yang dipenuhi dengan medan pertempuran yang berbahaya—piringan-piringan api menyala, pisau-pisau raksasa terbang di udara, dan dinding batu bergerak dengan cepat.
"Ini… jebakan!" teriak Lira.
Mereka harus bertarung melawan gelombang musuh—monster bayangan yang tak bisa dilihat oleh mata biasa. Yamada mengarahkan pedangnya, mengayunkannya dengan penuh kekuatan, namun yang dia potong hanyalah bayangannya sendiri.
Seira dan Mira bekerja sama, menggunakan sihir cahaya dan angin untuk memecah ilusi. Aeria, dengan kemampuannya mengendalikan angin, mulai menghancurkan jebakan-jebakan yang muncul.
"Jangan berhenti! Kita harus keluar dari sini!" teriak Yamada, memimpin mereka melalui jalur yang semakin sempit.
Namun, mereka terjebak. Bayangan gelap berputar di sekitar mereka, dan dalam satu serangan mendalam, tubuh Yamada dipenuhi rasa sakit luar biasa. Sebuah bayangan menyerang dadanya, menembus lapisan perlindungannya.
"Yamada!" Aeria berteriak.
Dia jatuh ke lutut, rasa sakit hampir membuatnya kehilangan kesadaran. Namun, sistem berbicara lagi:
[Ujian Tubuh Gagal. Kehilangan 30% HP.]
Namun, Yamada tidak menyerah. Dengan sisa kekuatan yang ada, dia bangkit kembali, mendekatkan dirinya ke titik terpenting di medan pertempuran: kekuatan untuk melindungi mereka semua.
Dengan sebuah teriakan, Yamada mengaktifkan teknik pedang baru—serangan yang memanfaatkan seluruh energi tubuhnya. Sinar pedangnya membelah bayangan gelap, dan akhirnya, jalur keluar terbuka.
[Ujian Tubuh Berhasil: Keberanian dan Ketangguhan Diuji.]
---
Tahap 3: Ujian Pikiran
Ketika mereka hampir mencapai puncak menara, mereka dihadapkan dengan ujian terakhir: Pikiran.
"Ini adalah ujian yang menentukan apakah kau pantas untuk memiliki Eluna," kata sistem dengan suara keras.
Ruang di sekitar mereka mulai berputar. Semua yang ada di hadapan mereka berubah menjadi bayangan masa depan—kehilangan orang yang mereka cintai, kegagalan dalam misi, dan… kehancuran dunia. Di tengah kekacauan itu, Reinhardt muncul lagi.
"Apakah kau akan membiarkan kekuatan ini menghancurkanmu? Atau… berkorban untuk semuanya?" Reinhardt berkata dengan suara penuh tipu daya.
"Dia memang musuh, tapi apa yang dia katakan ada benarnya. Apakah kau siap menanggung beban ini?" ujar Eluna, yang tiba-tiba muncul, meskipun Yamada tahu itu hanya ilusi yang diciptakan oleh ujian ini.
Yamada menggigit bibirnya, teringat pada semua orang yang telah ia temui. Pada Aeria, yang selalu melindunginya dengan angin. Pada Seira, yang mempercayainya meski keras kepala. Pada Lira dan Mira, yang percaya padanya meskipun dia hanya seorang pemuda dari dunia lain.
"Tidak!" teriak Yamada, memekikkan suara yang menggetarkan ruang. "Aku akan melindungi mereka! Aku tak akan membiarkan dunia ini hancur hanya karena ketakutanku!"
Dengan tekad yang bulat, sistem memberikan notifikasi terakhir:
[Ujian Pikiran Berhasil: Kekuatan Keyakinan dan Tanggung Jawab Diuji.]
Penutup: Eluna dan Bahaya yang Menanti
Pada akhirnya, di puncak Menara Langit, Eluna—Putri Bintang Berdarah—muncul dengan senyum anggun.
"Terima kasih telah membebaskanku. Aku… milikmu, Yamada."
Namun, saat mereka merayakan keberhasilan itu, suara gelap terdengar dari jauh. Reinhardt berdiri di bayangan, matanya memerah.
"Ini baru awal permainanmu, Yamada. Jangan kira aku akan membiarkanmu menang dengan mudah."