Pusat reruntuhan itu tampak lebih besar dan lebih gelap daripada yang mereka bayangkan. Begitu mereka masuk, ruangannya terbelah oleh dinding energi yang memisahkan mereka tanpa peringatan.
Rendi dan Arkana berada di satu sisi, sementara Layla dan Elian terperangkap di sisi lain, dipisahkan oleh kekuatan tak terduga yang keluar dari pedestal besar di tengah ruangan. Dinding energi itu berkilau seperti kaca, tapi tak ada celah untuk melaluinya.
"Layla!" teriak Rendi, mencoba menembus dinding energi. "Layla, jawab aku!"
"Rendi!" teriak Layla dari sisi yang lain, matanya penuh kecemasan.
Tapi dinding itu tak bergerak. Tanpa bisa berbuat banyak, Rendi dan Arkana hanya bisa melihat Layla dan Elian terpisah dari mereka.
Rendi merasa cemas, tapi Arkana mengangkat tombaknya dengan tenang. "Kita harus tetap tenang, Rendi. Fokus. Kita bisa cari jalan lain."
"Aku nggak bisa...!" Rendi mendesah. "Layla... dia harus aman!"
Arkana menatapnya, tak mengungkapkan emosinya secara langsung. "Kita akan menyusul mereka. Tapi kita harus hati-hati. Ini jebakan, pasti ada sesuatu yang mengawasi."
Di sisi lain, Layla dan Elian berdiri bersama, menganalisis situasi.
"Elian..." Layla menatap pemuda itu dengan penuh perhatian. "Apakah kamu tahu apa yang menyebabkan ini?"
Elian menggelengkan kepala, matanya sedikit kelam. "Tidak. Tapi kita harus mencari cara untuk membuka jalan ini. Tidak ada waktu."
Namun, dalam diamnya, Elian merasakan kegelisahan yang lebih dalam. Ia tahu betul betapa besar perasaannya terhadap Layla, namun sekarang bukan waktu yang tepat untuk itu. Dia tidak bisa membiarkan dirinya terpengaruh oleh perasaan yang mungkin akan mengganggu mereka semua.
Tapi Layla, yang begitu fokus pada situasi, tak menyadari gelombang perasaan Elian. Ia terus memikirkan Rendi dan keadaan mereka. "Aku harap mereka baik-baik saja."
Elian menatapnya, dan untuk sesaat, matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dari sekadar perhatian teman. "Kau sangat peduli padanya, ya?"
Layla terdiam sejenak, seolah mencari jawaban yang tepat. "Ya... dia teman terbaikku. Kita sudah melalui banyak hal bersama."
Elian menunduk, sedikit tersenyum pahit. "Aku bisa melihat itu."
---
Sementara itu, di sisi lain, Rendi dan Arkana berusaha menemukan cara untuk melewati dinding energi. Arkana melangkah lebih dekat ke dinding, merasakan energi yang terpancar dari dalamnya. "Ini bukan energi biasa. Ini semacam penghalang yang diciptakan oleh sistem. Kita harus mencari inti dari penghalang ini."
Rendi menatap dinding itu dengan penuh kemarahan. "Aku harus keluar dari sini, Arkana. Layla sedang dalam bahaya!"
"Jangan gegabah," Arkana memperingatkan. "Emosi kita bisa memperburuk keadaan. Fokuslah pada bagaimana kita bisa menemukan jalan keluar."
Rendi menggertakkan gigi, berusaha menenangkan diri. Tapi hatinya terasa seperti dipenuhi kegelisahan. Dia tahu, di balik dinding itu, Layla dan Elian mungkin juga menghadapi ancaman besar.
Sementara itu, Arkana mulai memeriksa batuan di sekitar mereka. "Ada sesuatu di sini. Kita hanya perlu menemukan pusatnya."
Di sisi lain, Elian dan Layla terus berusaha membuka jalan. Setelah beberapa saat, Elian menemukan sebuah tombol tersembunyi di salah satu dinding reruntuhan yang tampaknya mengaktifkan sistem.
"Ini mungkin jalan keluar," kata Elian, menggenggam tombol itu. "Tapi kita harus siap menghadapi apapun yang datang setelahnya."
Layla mengangguk. "Ayo kita coba."
Dengan sekali tekan, dinding energi mulai bergemuruh, kemudian terpecah, memberi mereka jalan untuk bertemu kembali dengan Rendi dan Arkana.
Namun, pada saat itu juga, suara gemuruh besar terdengar, dan langit runtuh di atas mereka. Sistem kuno itu mulai aktif sepenuhnya.
"Rendi!" teriak Layla, berlari ke arah Rendi dan Arkana yang berada di sisi lainnya.
Namun, sebelum mereka bisa berkumpul kembali, tiba-tiba seluruh reruntuhan mulai berguncang. Gelombang energi mengalir deras, dan sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih menakutkan mulai muncul di tengah ruangan—sesuatu yang tak pernah mereka duga.