Cherreads

Chapter 1 - Bab 1 Pembukaan

Bagian 1: Kehidupan yang Tertata

Tessa berdiri di balik meja kerja kecilnya, menatap pemandangan kota yang gemerlap di luar jendela. Di bawah langit malam yang penuh lampu-lampu kota, dunia tampak jauh lebih sederhana. Namun, di dalam ruangannya yang minimalis dan penuh warna netral, pikirannya terus berputar, tak bisa tenang.

Setiap sudut ruang yang ia desain selalu dipenuhi dengan kecermatan dan detail. Di dunia desain interior, Tessa telah menemukan keindahan dalam keteraturan. Bekerja sebagai desainer interior sukses, dia memanfaatkan prinsip keindahan dan fungsionalitas dalam setiap karyanya—baik di ruang kerja, maupun dalam kehidupannya.

Tessa sering merenung tentang masa kecilnya. Sejak kecil, ia selalu diajarkan untuk mengutamakan kontrol—untuk menjaga segala sesuatunya tetap terorganisir dan berada dalam batas-batas yang jelas. Ayahnya, seorang pengusaha sukses yang keras kepala, selalu menekankan pentingnya kontrol dan disiplin. Begitu juga ibunya yang penuh kasih namun selalu mengatur setiap langkah hidupnya dengan cermat. Semua itu membentuk Tessa menjadi wanita yang independen, fokus, dan selalu menjaga jarak dari kerumunan.

Namun, malam ini, ada sesuatu yang berbeda.

Sebuah undangan gala desain yang dikirimkan beberapa hari yang lalu tergolek di meja kerjanya. Sebuah ajakan ke sebuah acara besar yang akan diselenggarakan di hotel mewah, tempat yang hanya bisa dijangkau oleh orang-orang dengan status sosial tinggi. Tessa tidak pernah tertarik pada jenis acara seperti itu—pesta yang penuh dengan obrolan ringan dan sambutan manis yang penuh kepura-puraan. Dia lebih suka dunia yang ia ciptakan sendiri, dunia yang tertata dengan sempurna. Tetapi, entah mengapa, undangan itu menariknya untuk hadir.

Pakaiannya sudah siap di lemari—gaun hitam sederhana namun elegan yang menambah kesan anggun tanpa berlebihan. Namun ada ketegangan yang membalut dirinya. Ini bukan hanya tentang penampilan, tetapi juga tentang sesuatu yang lebih mendalam. Sesuatu yang ia coba sembunyikan bahkan dari dirinya sendiri.

---

Bagian 2: Langkah Keluar dari Zona Nyaman

Ketika Tessa melangkah keluar dari apartemennya, udara malam yang segar langsung menyentuh kulitnya. Dia mengenakan sepatu hak tinggi yang memantulkan cahaya lampu jalan. Langkahnya mantap, namun di dalam hatinya, kegelisahan terus mengalir. Sejak lama, ia menjaga dirinya jauh dari keramaian sosial, lebih memilih kesendirian dan fokus pada pekerjaannya. Namun, malam ini, dia akan melangkah ke dalam dunia yang jauh berbeda—sebuah dunia yang penuh dengan orang-orang asing yang penuh keanggunan dan tata krama sosial yang rumit.

Hotel itu menjulang tinggi, pencahayaan dari gedung-gedung sekitarnya menambah kesan megah pada gedung tersebut. Saat Tessa melangkah ke dalam ballroom yang luas, suasana langsung terasa mencekam—bukan karena gelap atau suram, tetapi karena ketegangan yang ia rasakan. Musik klasik mengalun pelan di latar belakang, dan para tamu berpakaian mewah saling berbincang dalam kelompok-kelompok kecil, menunjukkan kesan kehormatan dan status tinggi. Tessa merasa seperti orang asing di tengah kerumunan ini, seolah dunia yang ia kenal terbalik dalam sekejap.

Mata Tessa melayang ke sana-sini, mencoba mencari tempat yang aman untuk berbaur. Namun, ia tak bisa menghindar dari satu sosok yang menarik perhatiannya. Di dekat pintu masuk, berdiri seorang pria dengan tubuh atletis yang mengenakan jas hitam yang sempurna. Lucas.

Mata gelapnya bertemu dengan mata Tessa, dan dalam sekejap, ada ketegangan yang langsung terbentuk di antara mereka. Lucas tersenyum tipis, senyum yang tampaknya sudah terbiasa menjadi senjata untuk memikat siapa pun yang dilihatnya.

"Selamat datang, Tessa," katanya dengan suara lembut namun penuh wibawa, menyebutkan namanya dengan begitu mudah, seolah mereka sudah saling mengenal sejak lama. "Saya sudah menunggu Anda."

Tessa terdiam sejenak, mulutnya terasa kering. Nama itu, seolah sudah pernah didengar berulang kali dalam pikirannya. Kata-kata Lucas terasa begitu intim, begitu dekat, meskipun mereka baru bertemu beberapa detik yang lalu.

---

Bagian 3: Percakapan yang Mengungkapkan Lebih dari Sekadar Formalitas

Tessa berusaha mengatur napasnya, mencoba untuk tetap tenang. "Saya... tidak tahu harus mulai dari mana," jawabnya, mencoba menyembunyikan kegugupannya. Tapi Lucas hanya tersenyum lebih lebar, seolah tahu persis apa yang ia rasakan. Kepercayaan diri pria ini hampir tak terbantahkan, dan dalam cara dia berbicara, ada sesuatu yang membuat Tessa merasa seperti sudah lama mengenalnya, meskipun kenyataannya, mereka baru bertemu.

"Jangan khawatir," kata Lucas sambil melangkah mendekat, "Kita bisa berbicara lebih bebas. Ini bukan tempat yang penuh dengan aturan ketat."

Tessa merasakan suasana semakin hangat. Suara musik di latar belakang terdengar samar, seperti menghilang perlahan, menggantikan fokus Tessa pada percakapan yang sedang berlangsung. Lucas menuntunnya berbicara lebih jauh, memperkenalkannya pada beberapa orang penting di acara itu. Setiap kali Lucas menatapnya, Tessa merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar pertemuan formal. Ada kedekatan yang sulit dijelaskan, sesuatu yang melampaui percakapan biasa.

Namun, meskipun demikian, Tessa berusaha keras untuk menjaga jarak. Dia tahu betul bahwa hidupnya yang teratur dan penuh kontrol tidak boleh terganggu oleh godaan seperti ini. Apalagi dengan seorang pria yang begitu memikat dan sulit dijelaskan.

Namun, pada saat itu, dia sadar—perasaan ini, ketegangan yang mengalir di dalam dirinya, tak bisa diabaikan begitu saja.

---

Bagian 4: Godaan yang Muncul

Setelah beberapa waktu, acara mulai mendekati akhir, namun Tessa merasa seolah baru saja memasuki babak pertama. Lucas tetap ada di dekatnya, memperkenalkan berbagai proyek desain dan berbicara tentang kesempatan yang mungkin terjadi jika mereka bekerja bersama. Setiap kata, setiap sentuhan tangan mereka saat berjabat tangan, semuanya terasa sangat pribadi, meskipun tidak ada yang eksplisit.

Tessa merasa seolah-olah dia dikelilingi oleh dua dunia yang berbeda—dunia yang dia kenal dan kendalikan, dan dunia yang ditawarkan oleh Lucas. Dunia yang penuh dengan ketegangan, godaan, dan janji-janji yang tidak bisa dijelaskan.

Saat pesta hampir selesai dan tamu-tamu mulai meninggalkan ballroom, Tessa berdiri sendiri di balkon luar hotel, menatap kota yang bersinar di bawahnya. Dia merasa terombang-ambing dalam kebingungannya, namun ketegangan itu tidak bisa disangkal lagi. Lucas mendekatinya, berdiri di sampingnya, dan untuk pertama kalinya, Tessa merasakan kedekatan yang lebih dalam.

"Jangan khawatir, Tessa," kata Lucas dengan lembut, "Ini baru awal."

Namun, Tessa tahu, malam ini telah mengubah segalanya.

Bagian 5: Suasana yang Menggantung

Tessa berdiri di balkon luar, menghirup udara malam yang segar. Pemandangan kota yang gemerlap seakan mengalihkan perhatiannya dari semua kegelisahan yang merasukinya. Ia bisa mendengar musik dari dalam ballroom, masih terdengar samar meski jauh. Namun, kali ini tidak ada kebisingan dunia luar yang bisa menenangkan pikirannya. Hanya ketenangan yang penuh dengan pertanyaan.

"Indah, ya?" suara Lucas terdengar dari belakang, memecah kesunyian malam yang dipenuhi pikirannya.

Tessa menoleh, melihatnya berdiri beberapa langkah di belakangnya, tangannya dimasukkan ke saku jas. Tidak ada rasa terburu-buru dalam gerakan Lucas, seolah waktu sedang bermain di telapak tangannya. Dia tidak merasa canggung, tidak seperti Tessa yang mencoba mengatur napas dan menenangkan dirinya.

"Ya, indah," jawab Tessa, suaranya terdengar lebih ringan dari yang ia rasakan. "Saya tidak sering ke sini."

Lucas tersenyum tipis, seolah tahu persis apa yang ada dalam pikirannya. "Tidak banyak orang yang bisa melihat kota ini dari sudut pandang seperti ini."

Tessa mengalihkan pandangannya kembali ke arah gedung-gedung pencakar langit yang terlihat dari kejauhan. Seakan tidak tahu bagaimana cara merespons, ia mencoba fokus pada pemandangan, berharap itu bisa menenangkan perasaan yang tiba-tiba berkecamuk dalam dirinya. Tetapi saat itu, Lucas berdiri lebih dekat. Cukup dekat untuk membuat Tessa bisa merasakan kehadirannya yang mendominasi.

"Jadi, Tessa..." Lucas melanjutkan, suaranya lebih dalam dari biasanya. "Apa yang membuat Anda datang ke acara ini? Pesta ini sepertinya bukan jenis acara yang biasa Anda hadiri."

Tessa terdiam, matanya menatap lantai, tidak tahu bagaimana menjawab. Ia tahu apa yang diinginkan Lucas, untuk mengetahui lebih banyak tentang dirinya. Namun, Tessa tidak mudah terbuka. Keinginannya untuk tetap menjaga jarak begitu kuat.

"Saya tidak tahu," jawabnya dengan suara yang pelan, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Saya rasa saya hanya merasa... penasaran."

"Ah," Lucas tertawa pelan, suara itu mengalun seperti musik yang membuat Tessa merasa semakin terjebak dalam percakapan mereka. "Penasaran tentang apa?"

Tessa merasa panas di pipinya, entah karena ucapan Lucas atau karena kedekatannya yang membuatnya merasa tidak nyaman. Ia memutuskan untuk menjauh sedikit, melangkah ke sisi lain balkon, meskipun jaraknya hanya beberapa langkah.

"Ada hal-hal yang lebih mudah dipahami ketika kita berada di luar zona nyaman kita," jawabnya, mencoba untuk menghindar dari topik itu.

Lucas mengikuti, kali ini dengan langkah yang lebih tenang. "Benar, dan kadang-kadang keluar dari zona nyaman itu membuka jalan bagi sesuatu yang lebih besar, bukan?"

Tessa tidak menjawab, hanya menghela napas dalam diam. Sebagian dari dirinya ingin menanggapi lebih lanjut, ingin memberi penjelasan tentang hidup yang telah ia bangun dengan begitu hati-hati dan terkendali. Namun, di sisi lain, ada bagian dari dirinya yang tak ingin membuka pintu untuk lebih banyak ketegangan.

Lucas berdiri di sampingnya, tapi tidak berkata apa-apa. Tessa bisa merasakan kehadirannya yang besar, yang hampir membayangi dirinya. Dalam keheningan itu, ada perasaan yang tak bisa diabaikan—ketegangan yang menyelubungi mereka berdua.

"Ada yang ingin Anda katakan?" akhirnya Lucas bertanya, memecah kebisuan yang membungkam Tessa. Suaranya kali ini lebih serius, penuh perhatian.

Tessa menatapnya, dan untuk sejenak, rasanya dunia berhenti berputar. Ada sesuatu yang begitu kuat dalam tatapan Lucas—sebuah keteguhan yang membuat Tessa merasa seolah-olah ia sedang dilihat lebih dari sekadar sekilas. Lebih dalam. Dan itu, membuat Tessa merasa cemas, meskipun ia berusaha keras untuk tetap tenang.

"Saya... tidak tahu," jawabnya perlahan, merasakan kebingungannya semakin menguat.

Lucas tidak memaksa, ia hanya mengangguk, tetap berdiri di sampingnya. Waktu terasa berhenti sejenak, dan dalam kebisuan itu, Tessa merasa ada ikatan yang terjalin tanpa kata-kata. Sebuah kedekatan yang tak terdefinisikan, namun ada.

"Jika Anda ingin bicara lebih lanjut, saya di sini," kata Lucas, suaranya lembut namun penuh makna.

Tessa memandangnya, dan untuk pertama kalinya malam itu, ia merasa bahwa dirinya bisa melepaskan sedikit kendali—meskipun hanya untuk sesaat.

"Terima kasih," jawab Tessa, dan dalam kata-kata itu, ada sesuatu yang lebih dari sekadar ucapan terima kasih biasa. Ada keraguan, ada ketegangan, ada sedikit rasa ingin tahu yang mulai tumbuh.

Namun, sebelum percakapan mereka bisa berkembang lebih jauh, suara pintu ballroom yang terbuka membuyarkan fokus mereka. Beberapa tamu lainnya mulai meninggalkan acara, dan Tessa tahu saatnya untuk pergi. Tetapi malam ini, semuanya terasa berbeda. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya—sesuatu yang mungkin tidak bisa ia kendalikan.

"Sampai bertemu lagi, Tessa," kata Lucas sambil tersenyum, senyum yang sama seperti pertama kali ia melihatnya. Tapi kali ini, senyuman itu terasa lebih penuh arti.

Tessa mengangguk, tetapi kata-kata itu tidak keluar. Dia hanya melangkah pergi, berusaha mengabaikan perasaan yang menggebu di dalam hatinya.

Namun, begitu melangkah keluar dari hotel, Tessa tahu bahwa pertemuan ini bukanlah yang terakhir. Sesuatu di dalam dirinya merasa yakin bahwa kehidupan yang tertata rapinya kini akan menghadapi badai yang lebih besar dari yang ia duga.

More Chapters