Cherreads

Chapter 2 - Pencarian Cinta Sang CEO

Bab 2: Obrolan di Kantin dan Secercah Harapan

Keesokan harinya, Betrand merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Semangat untuk menjalani peran sebagai Bima terasa lebih ringan. Bayangan senyum tulus Clara dan obrolan singkat mereka kemarin malam terus berputar di benaknya. Ia bahkan sedikit bersemangat untuk kembali "bekerja" dan mungkin memiliki kesempatan untuk berinteraksi lagi dengannya.

Saat jam makan siang tiba, Betrand memutuskan untuk mencoba makan di kantin karyawan, sesuatu yang belum pernah ia lakukan selama penyamarannya. Biasanya, ia akan menyantap bekal sederhana di ruang keamanan atau sekadar menikmati kopi di sudut lobi. Namun hari ini, ia ingin merasakan atmosfer yang lebih dekat dengan para karyawannya, dan tentu saja, berharap bisa bertemu dengan Clara.

Kantin KOTAGGPOKER ramai dengan karyawan yang sedang menikmati makan siang dan bercengkerama. Betrand mengambil antrean dengan nampan di tangannya, merasa sedikit canggung dengan seragam birunya di tengah lautan pakaian kantor yang rapi. Ia melirik ke sekeliling, mencari sosok Clara.

Matanya akhirnya menemukan wanita itu sedang duduk di salah satu meja panjang, tertawa kecil mendengar cerita dari seorang rekan prianya. Betrand merasa sedikit cemburu tanpa alasan yang jelas. Ia mengambil tempat duduk di meja yang agak jauh, berusaha untuk tidak terlalu mencolok.

Namun, takdir seolah memiliki rencananya sendiri. Beberapa saat kemudian, Clara bangkit dari mejanya dan berjalan menuju dispenser air yang berada tidak jauh dari tempat Betrand duduk. Saat ia berbalik, matanya bertemu dengan mata Betrand.

"Oh, Pak Bima! Selamat siang," sapa Clara dengan senyum ramah yang membuat jantung Betrand berdebar sedikit lebih kencang.

"Selamat siang, Bu Clara," balas Betrand, berusaha menyembunyikan kegugupannya.

Clara tampak ragu sejenak, lalu berkata, "Boleh saya duduk di sini? Meja saya sudah penuh."

Betrand tentu saja tidak akan menolak kesempatan emas ini. "Tentu saja, Bu. Silakan."

Clara duduk di hadapannya, meletakkan gelas airnya di meja. Mereka berdua terdiam sejenak, canggung namun juga menyimpan rasa ingin tahu.

"Anda sering makan siang di sini, Pak Bima?" tanya Clara membuka percakapan.

"Tidak juga, Bu. Biasanya saya bawa bekal dari rumah," jawab Betrand jujur. "Hari ini saja ingin mencoba suasana kantin."

"Oh, begitu," kata Clara sambil tersenyum. "Makanan di sini lumayan kok, apalagi kalau sedang malas keluar."

Percakapan mereka mengalir begitu saja. Mereka membahas tentang pekerjaan, cuaca Manila yang panas, dan bahkan sedikit tentang game online yang menjadi inti bisnis perusahaan mereka. Betrand terkesan dengan pengetahuan Clara tentang industri tersebut dan bagaimana ia menyampaikan pendapatnya dengan cerdas dan antusias.

Selama obrolan itu, Betrand berusaha untuk tidak terlalu banyak bertanya tentang kehidupan pribadi Clara, takut terlihat terlalu tertarik atau mencurigakan. Namun, ia mendengarkan dengan seksama setiap kata yang keluar dari bibir wanita itu, mencoba memahami lebih dalam tentang kepribadiannya.

Ia menemukan bahwa Clara adalah seorang yang pekerja keras, memiliki idealisme yang tinggi, dan sangat peduli dengan timnya. Ia juga memiliki selera humor yang baik dan seringkali melontarkan celetukan-celetukan ringan yang membuat Betrand tertawa kecil.

Semakin lama mereka berbicara, semakin Betrand merasa ada kecocokan di antara mereka. Clara tidak terlihat tertarik dengan status atau kekayaan. Ia berbicara dengannya layaknya seorang rekan kerja biasa, menghargai pendapatnya dan mendengarkannya dengan tulus. Ini adalah interaksi yang selama ini ia rindukan.

Namun, di sisi lain, rasa bersalah mulai menghantuinya. Ia menyadari bahwa ia membangun kedekatan ini di atas kebohongan. Bagaimana jika Clara mengetahui identitas aslinya? Akankah ia merasa dikhianati?

Saat jam makan siang hampir usai, Clara berpamitan. "Terima kasih atas obrolannya, Pak Bima. Saya jadi lebih semangat untuk kembali bekerja."

"Sama-sama, Bu Clara," jawab Betrand dengan senyum yang tak bisa ia tahan.

Setelah Clara pergi, Betrand terdiam sejenak, merenungkan interaksi mereka. Ada secercah harapan di hatinya. Mungkin, di balik kesederhanaan seorang satpam, ia bisa menemukan cinta yang selama ini ia cari. Namun, bayangan kebohongan yang ia sembunyikan juga menjadi momok yang menakutkan.

Ia tahu, ia tidak bisa terus bersembunyi di balik seragam biru ini selamanya. Cepat atau lambat, kebenaran pasti akan terungkap. Pertanyaannya adalah, apakah hatinya dan hati Clara akan tetap terhubung setelah itu terjadi?

[Bersambung...]

More Chapters